Adhim tertimpa ‘musibah’. Pegang pantat mahasiswi membawanya ke penjara. Itu dilakukan di bus TransJakarta. Dia dikenai pasal tindakan tidak menyenangkan. Ancaman hukuman menunggunya. Dan akibat ‘tekanan’ dari banyak pihak, Adhim pun ditahan.
Negeri ini memang seperti hutan belantara bagi masyarakat bawah. Transportasi yang semrawut membuat mata berkunang-kunang sebelum sampai tujuan. Pengap dan sesak berebut angkutan, penumpang mirip ikan pindang ditegakkan. Berdiri baris berjajar, dan kalau ada yang turun, maka gesekan dan bertindihan tak terhindarkan.
Naik angkutan umum di Jakarta juga seperti sedang menjalani ritus suci. Nafsu amarah dikendalikan agar bus tidak berubah menjadi ring tinju. Dan nafsu seks wajib ‘dihilangkan’. Terutama jika berdempetan dengan lawan jenis. Bagaimana pun cantiknya ‘dempetan’ kita, hawa nafsu itu jangan diekspresikan. Jika sampai nafsu birahi menggelegak dan tangan atau pantat bereaksi, jangan menyesal jika terkena pinalti. Prittt ! Dilaporkan polisi.
Itu dialami Adhim. Pengangguran itu bergelantungan di bus TransJakarta. Dia berhimpitan dengan TS, mahasiswi sebuah perguruan tinggi. Gadis cantik bertubuh molek itu membuatnya bernafsu. Refleks tangannya bergerak. Dia gerayangi pantat gadis itu. Sang gadis berteriak, dan yang tak perlu terjadi terjadilah. Adhim dipidanakan.
Moda transportasi Jakarta memang memaksa orang tebal iman. Kita dipaksa untuk menjadi orang yang sabar dan bertawakal. Jangan marah diteriaki, dimaki, digencet dan didorong-dorong. Juga jangan ereksi saat dipaksa berbaris dempet, ketat, laki-perempuan yang kadang bagian sensitif bersenggolan. Kalau sampai tidak tebal iman, maka nasib yang dialami Adhim bukan mustahil menimpa yang lain.
Seorang teman berseloroh, beginilah pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) memberi pendidikan moral bagi rakyatnya. Menguji keimanan melalui desak-desakan laki-perempuan. Meredam amarah dan libido. Dan tak lama lagi akan diinstruksikan agar berzikir selama naik bus. Istighfar supaya selamat dari tindak kriminal.
Sebab jika tidak untuk itu, maka harusnya transportasi ini ditertibkan. Bus mengangkut penumpang dibatasi hanya pada jumlah bangku yang tersedia. Tidak kurang dan tidak lebih. Apalagi bus TransJakarta sejak beroperasi memang diarahkan ke sana. Sebagai angkutan eksklusif dengan fasilitas dan suasana yang mendorong kelas menengah tertarik meninggalkan mobilnya di rumah.
Kini eksklusivitas itu hilang sudah. Adhim ‘menunjukkan’ itu, dan Adhim-Adhim yang lain masih banyak menunggu terjerat. Ini merupakan kasus ketiga yang sempat ramai. Diributkan di tempat, dilaporkan ke polisi, tapi tidak lanjut ditangani. Dan Adhim merupakan orang pertama tersandung masalah pelecehan seksual di bus TransJakarta dan dipenjara.
Jika di TransJakarta baru kasus ketiga pelecehan seksual ini, tidak demikian dengan peristiwa serupa di bus umum dan Kopaja. Sesaknya penumpang menjadikan ‘pelecehan seksual’ menjadi peristiwa lumrah. Beberapa tahun lewat, kasus yang lebih ‘ngeri’ pernah terjadi. Mahasiswi cantik dijadikan ‘alat’ pemuas nafsu. Pantatnya (maaf) digesek-gesek pemuda, dan ulah itu ketahuan saat ejakulasi.
Sang pemuda memang diamankan. Dia mengaku terus terang melakukan itu. Dia bilang terangsang melihat kecantikan serta bentuk tubuh gadis yang berada di depannya. Setelah dihajar ramai-ramai dan babak-belur terkena hukum rimba, pemuda itu dilepas seraya minta maaf dan janji tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Di bus kota jam-jam sekolah pelecehan seksual menjadi pemandangan umum. Itu dilakukan dengan sengaja atau ‘terpaksa’. Transporatsi umum yang tidak memadai membuatnya harus ‘dilecehkan’ atau ‘melecehkan’. Malah kalau ada gadis yang ‘terlalu’ sensitif bukan mendapat pembelaan tetapi justru sebaliknya, dicemooh.
Adhim memang tersangka. Dia tergelitik memegang pantat gadis yang ada di depannya. Tapi Adhim juga sekaligus korban. Korban dari moda transporatsi kita yang amburadul dan tidak manusiawi. Kalau Adhim tergolong penjahat kelamin, layak baginya dipidana seberat-beratnya. Tapi jika Adhim melakukan itu akibat jeleknya kondisi pelayanan bus TransJakarta yang merangsangnya melakukan pelecehan seksual, maka pemerintah DKI-lah yang layak untuk dipersalahkan.
Pemerintah DKI merangsang warganya yang baik untuk berbuat jahat. Melakukan ritus seks di bus TransJakarta! *(Djoko Suud) Copy Paste dari detiknews.com
Negeri ini memang seperti hutan belantara bagi masyarakat bawah. Transportasi yang semrawut membuat mata berkunang-kunang sebelum sampai tujuan. Pengap dan sesak berebut angkutan, penumpang mirip ikan pindang ditegakkan. Berdiri baris berjajar, dan kalau ada yang turun, maka gesekan dan bertindihan tak terhindarkan.
Naik angkutan umum di Jakarta juga seperti sedang menjalani ritus suci. Nafsu amarah dikendalikan agar bus tidak berubah menjadi ring tinju. Dan nafsu seks wajib ‘dihilangkan’. Terutama jika berdempetan dengan lawan jenis. Bagaimana pun cantiknya ‘dempetan’ kita, hawa nafsu itu jangan diekspresikan. Jika sampai nafsu birahi menggelegak dan tangan atau pantat bereaksi, jangan menyesal jika terkena pinalti. Prittt ! Dilaporkan polisi.
Itu dialami Adhim. Pengangguran itu bergelantungan di bus TransJakarta. Dia berhimpitan dengan TS, mahasiswi sebuah perguruan tinggi. Gadis cantik bertubuh molek itu membuatnya bernafsu. Refleks tangannya bergerak. Dia gerayangi pantat gadis itu. Sang gadis berteriak, dan yang tak perlu terjadi terjadilah. Adhim dipidanakan.
Moda transportasi Jakarta memang memaksa orang tebal iman. Kita dipaksa untuk menjadi orang yang sabar dan bertawakal. Jangan marah diteriaki, dimaki, digencet dan didorong-dorong. Juga jangan ereksi saat dipaksa berbaris dempet, ketat, laki-perempuan yang kadang bagian sensitif bersenggolan. Kalau sampai tidak tebal iman, maka nasib yang dialami Adhim bukan mustahil menimpa yang lain.
Seorang teman berseloroh, beginilah pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) memberi pendidikan moral bagi rakyatnya. Menguji keimanan melalui desak-desakan laki-perempuan. Meredam amarah dan libido. Dan tak lama lagi akan diinstruksikan agar berzikir selama naik bus. Istighfar supaya selamat dari tindak kriminal.
Sebab jika tidak untuk itu, maka harusnya transportasi ini ditertibkan. Bus mengangkut penumpang dibatasi hanya pada jumlah bangku yang tersedia. Tidak kurang dan tidak lebih. Apalagi bus TransJakarta sejak beroperasi memang diarahkan ke sana. Sebagai angkutan eksklusif dengan fasilitas dan suasana yang mendorong kelas menengah tertarik meninggalkan mobilnya di rumah.
Kini eksklusivitas itu hilang sudah. Adhim ‘menunjukkan’ itu, dan Adhim-Adhim yang lain masih banyak menunggu terjerat. Ini merupakan kasus ketiga yang sempat ramai. Diributkan di tempat, dilaporkan ke polisi, tapi tidak lanjut ditangani. Dan Adhim merupakan orang pertama tersandung masalah pelecehan seksual di bus TransJakarta dan dipenjara.
Jika di TransJakarta baru kasus ketiga pelecehan seksual ini, tidak demikian dengan peristiwa serupa di bus umum dan Kopaja. Sesaknya penumpang menjadikan ‘pelecehan seksual’ menjadi peristiwa lumrah. Beberapa tahun lewat, kasus yang lebih ‘ngeri’ pernah terjadi. Mahasiswi cantik dijadikan ‘alat’ pemuas nafsu. Pantatnya (maaf) digesek-gesek pemuda, dan ulah itu ketahuan saat ejakulasi.
Sang pemuda memang diamankan. Dia mengaku terus terang melakukan itu. Dia bilang terangsang melihat kecantikan serta bentuk tubuh gadis yang berada di depannya. Setelah dihajar ramai-ramai dan babak-belur terkena hukum rimba, pemuda itu dilepas seraya minta maaf dan janji tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Di bus kota jam-jam sekolah pelecehan seksual menjadi pemandangan umum. Itu dilakukan dengan sengaja atau ‘terpaksa’. Transporatsi umum yang tidak memadai membuatnya harus ‘dilecehkan’ atau ‘melecehkan’. Malah kalau ada gadis yang ‘terlalu’ sensitif bukan mendapat pembelaan tetapi justru sebaliknya, dicemooh.
Adhim memang tersangka. Dia tergelitik memegang pantat gadis yang ada di depannya. Tapi Adhim juga sekaligus korban. Korban dari moda transporatsi kita yang amburadul dan tidak manusiawi. Kalau Adhim tergolong penjahat kelamin, layak baginya dipidana seberat-beratnya. Tapi jika Adhim melakukan itu akibat jeleknya kondisi pelayanan bus TransJakarta yang merangsangnya melakukan pelecehan seksual, maka pemerintah DKI-lah yang layak untuk dipersalahkan.
Pemerintah DKI merangsang warganya yang baik untuk berbuat jahat. Melakukan ritus seks di bus TransJakarta! *(Djoko Suud) Copy Paste dari detiknews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar